Sunday, August 06, 2006

Lesson in Bahasa Melayu

I am fascinated everytime I read the writing of a certainmember in my alma mater mailing list. The way ho wrote his posting make me compare him my my own dad who is a master of linguist. I produce some of his writings below.. I hope he wont mind;

On the word 'sahaya'...

Lazimnya 'sahaya' itu dipakai dalam rangkaikata 'hamba-sahaya' sbg alternatif kpd 'hamba-abdi'. Dlm tulisan/makalah/surat dulu-dulu, lazim ditulis sin-ha-alif-ya (sahaya) bg perkataan tsb dalam aksara jawi. Dlm Hikayat Hang Tuah, Hang Mahmud (ayah HTuah) menjawab "Baiklah tuanku, ke manatah sahaya bertaruhkan diri, jika tiada di bawah kadam?" [Yes milord, where would I place myself, if it wasn't under the soles of yr feet?] bila disuruh oleh Bendahara untuk membawa masuk menghadap anaknya HTuah.
Kadam = tapak kaki Kaus = kasut Duli = habuk di bawah tapak kaki Raja.

Oh my goodness... now I know how feudal we are.. I mean the Malays. Us normal people is lower than the dust on the feet of the King hence Ke Bawah Duli YMM etc.

On the word 'pacal'..
'Pacal' bukan bermaksud anjing betina. Ia bererti pecacai dlm bhs Kedah/Perlis/PPinang yakni hamba baik kepada raja khasnya. Memang ungkapan begini adalah bersifat kefeudalan sebab asal-usulnya dari kepercayaan Hindu, yakni seseorg bila dipertingkatkan martabatnya melalui proses tertentu termasuklah bersiram-tabal, bertabal-pusaka, dipernobatkan dsb bertukar menjadi kudus/suci/sacred, seterusnya memiliki 'mana' atawa Melayunya 'daulat' yakni satu kuasa ghaib dlm tubuh tuannya yg boleh menyebabkan pengaruh/ akibat baik maupun buruk kpd org lain.Dlm ungkapan Melayu 'timpa-daulat' mithalannya atawa 'tak-tahan daulat' atawa 'kena-tulah' dsb.adalah akibat tersalah perilaku atawa niat terhadap org yang mempunyai 'mana'(dlm bhs Polinesia) atawa 'daulat' dlm bhs Melayu.Faktor kekudusan adalah untuk menegakkan legitimacy seseorg Raja
Olamak... hina betul orang biasa ni, dah la hamba sahaya, pacal yang hina pulak tu
On Bahasa Indonesia;
Kalu kat Jakarta, KP Kastam tu akan disebut DirjenDepartemen Cukai dan Bea (Bea tu excise which has nothing to do with biawak!). Kat sini banyak kita guna bahasa Belanda yang dicuriguna via bhs Indonesia i.e. all words ending with '-si' (for words ending with -tie in Duth) like delegasi / lokasi /prestasi. Some are of course directly from Dutch like duit (from Dutch doit which refers to the old Dutch coin) Dan kita juga ambil balik ungkapan bhs Melayu dengan sebutan salah dari sana e.g. keraton (dr keratuan), prihaten (dr peri-hatian), calon (dr calu-caluan), lakon (dr laku-lakuan), pesantren (dr persanterian), kabupaten (dr kebupatian) dll.

Others;
I use 'tunanetra' instead of 'buta'.When I was young 'buta' was not a polite or refined word.The word 'kelam' was more acceptable. Likewise in Javaland, they use more Sanskrit to circumvent impolite local words. Hence tunasusila for prostitutes and tunanetra for the visually impaired! You of course know tuna is not an ikan tongkoi/kayu/aya!

No comments:

Post a Comment